PENGEMBANGAN STRATEGI PERENCANAAN
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
M. Djaswidi Al Hamdani
Abstrak
Sampai saat ini aspek perencanaan pendidikan di lingkungan pendidikan Islam, baik secara makro maupun mikro, masih dipandang sebagai sesuatu yang tidak penting. Perencanaan pendidikan, yang seharusnya menjadi bagian integral dari manajemen penyelenggaraan pendidikan Islam seringkali diabaikan dan belum menjadi tradisi dalam pengembangan pendidikan Islam. Artikel ini menawarkan strategi perencanaan pendidikan Islam, beserta berbagai kemungkinan dan alternatif yang mungkin dapat dilakukan dalam mengembangkan pendidikan Islam di masa yang akan datang. Artikel ini juga mencoba menwarkan beberapa alternatif model perencanaan pendidikan Islam, terutama dikaitkan dengan dinamika masyarakat yang menjadi stakeholders pendidikan.
تطوير الإستراتيجية في تخطيط التربية الإسلامية
ملخص البحث
التخطيط أول خطوة في تنظيم الشيئ , وتدخل فيه مجال التربية لكن الأن لم يكن شيئا هاما في تنفيذ التربية الإسلامية. يوجه هذا التخطيط إلى مايسلكه أهل التربية لبلوغ أغراضها و غاياتها. و يتضمن تخطيط التربية علي عملية التخطيط و مضمونها فمن طبقه و حققه يجد له أكثر ما يمكن مما أراد. وتقدم هذه المقالة الإستراتيجية في تخطيط التربية الإسلامية مع جميع إمكانياتها لتكون موجها لمن عليهم مسؤولية في تنفيذ التربية الإسلامية
Kata Kunci
Educational Planning, Komprehensif, Target Setting, Keefektifan Biaya, Planning, Programming, Budgeting System
A. Pendahuluan
Dalam bidang apa pun, perencanaan merupakan unsur penting dan strategis sebagai pemandu arah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Perencanaan sebagai suatu rangkaian proses kegiatan, dilakukan untuk menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi dan apa yang akan dilakukan. Pada dasarnya perencanaan bermakna sangat kompleks. Perencanaan dapat didefinisikan dalam berbagai macam ragam, tergantung perspektif yang digunakan serta latar belakang yang memengaruhi seseorang untuk mendefinisikannya. Dalam arti seluas-luasnya, perencanaan biasanya dimaknai sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam bidang pendidikan Islam, perencanaan merupakan salah satu faktor kunci efektivitas terlaksananya aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat nasional maupun lokal. Pentingnya perencanaan yang handal dalam lingkup pendidikan Islam, karena pendidikan Islam diyakini oleh umat Islam sebagai jalan hidup manusia yang paling baik. Sebagai jalan yang paling baik, pendidikan Islam perlu direncanakan secara sistematis, sehingga Pendidikan Islam benar-benar dapat menyejahterakan setiap Muslim, baik di dunia maupun di akhirat. Hakikat Pendidikan Islam sebagai best human way of life, atau sebagai kehidupan manusia (human life) itu sendiri dapat dimaknai dalam beberapa pengertian: Pertama, manusia pada hakikatnya adalah makluk yang senantiasa belajar sepanjang hidupnya. Hal ini karena manusia bukanlah makhluk yang sudah jadi dan sempurna, melainkan makluk yang menjadi dan berproses, maka untuk menuju kepada kesempurnaan relatif (insân kâmil) manusia dituntut untuk belajar. Inilah makna dari belajar sepanjang hayat (long life education). Kedua, Pendidikan Islam sebagai best human way of life juga dapat dikaitkan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Karena kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial senantiasa berorientasi pada keinginan untuk meraih kesejahteraan ekonomi, sosial, selaras dengan lingkungan geografi, demografi (kependudukan), dan mobilitas sosial, dan untuk mencapai tujuan itu semua diperlukan pendidikan; maka pendidikan berarti juga bagian kehidupan manusia (human life) itu sendiri.
Pemaknaan kedua tersebut selaras dengan pandangan John R. Kelly[1], yang menyatakan bahwa pendidikan bukan untuk mempersiapkan tenaga kerja, melainkan lebih ditekankan pada upaya mempersiapkan berbagai macam pemenuhan kebutuhan hidup. Hampir senada dengan pandangan John R. Kelly tersebut, Allan G. Johnson juga berpandangan bahwa pendidikan tidak hanya dilakukan untuk menyiapkan seseorang untuk mencapai pekerjaan yang prestisius; melainkan juga sebagai suatu simbol dari kebudayaan, status serta untuk memperbanyak tenaga kerja.[2]
Pandangan lain dikemukakan oleh J. Kats sebagaimana dikutip oleh Gardner dan Jerome[3] bahwa melalui pendidikan akan terjadi perubahan-perubahan: (1) adanya penurunan-penurunan sikap otoriterisme (authoritarianism declines); (2) pertumbuhan (autonomy grows); (3) peningkatan penghargaan diri (self-esteem increases); (4) perluasan hubungan (the capacity for relatedness becomes enlarged); (5) pengalaman politik yang lebih matang (greater political sphistication is shown); (6) pertumbuhan kapasitas asketis (asthetic capacity grows); and (7) kemampuan siswa dalam menguasai isu-isu teoretis yang lebih luas (students have a broader grasp of theoretical issues).
Namun dalam praktek pelaksanaan pendidikan Islam, unsur perencanaan pendidikan baru atau masih lebih banyak dijadikan faktor pelengkap, sehingga sering kali tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai secara maksimal. Penyebabnya adalah karena para perencana pendidikan kurang memahami proses dan mekanisme perencanaan dalam konteks yang lebih komprehensif. Selain itu, posisi bidang perencanaan belum merupakan key factor keberadaan suatu lembaga pendidikan, baik pada tingkat makro maupun mikro. Karena itu, sumbangan perencanaan pendidikan terhadap pencapaian visi, misi, dan tujuan lembaga pendidikan belum dirasakan secara optimal.
B. Konsep Perencanaan Pendidikan (Educational Planning)
Perencanaan adalah proses pemilihan dan penetapan tujuan, stategi, metode, anggaran, dan standar (tolak ukur) keberhasilan sesuatu kegiatan”[4]. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa prencanaan merupakan proses atau rangkaian beberapa kegiatan yang saling berhubungan dalam memilih salah satu di antara beberapa alternatif tentang tujuan yang ingin dicpai oleh suatu organisasi. Kemusian memilih strategi dan metode untuk mencapai tujuan tersebut.
Sementara itu, menurut Ritha F. Dalimunthe[5], perencanaan adalah pemilihan dan penetapan kegiatan, selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut telah ditetapkan; rencana haruslah diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan perbaikan agar tetap berguna. "Perencanaan kembali" kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin.
Conyers & Hills[6] mendefinisikan “perencanaan” sebagai ”suatu proses yang bersinambungan”, yang mencakup “keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai aiternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.“ Dari pengertian-pengertian tersebut, maka perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai sasaran keluaran pendidikan seperti yang diharapkan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Penggiatan pendidikan adalah pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan diawaki oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memparhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan dalam rangka mencapai hasil keluaran pendidikan yang optimal. Pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang dijabarkan dalam sasaran-sasaran menghasilkan keluaran secara optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan pendidikan.
Definisi tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan, yakni: (1) Pemilihan. ”Merencanakan berarti memilih,” kata Yulius Nyerere (mantan Presiden Tanzania) ketika menyampaikan pidato Repelita II Tanzania pada tahun 1969. Artinya, perencanaan merupakan proses memilih di antara berbagai kegiatan yang diinginkan, karena tidak semua yang diinginkan itu dapat dilakukan dan dicapai dalam waktu yang bersamaan. Hal itu menyiratkan bahwa hubungan antara perencanaan dan proses pengambilan keputusan sangat erat. Oleh karena itu, banyak buku mengenai perencanaan membahas pendekatan-pendekatan alternatif dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan urutan tindakan di dalam proses pengambilan keputusan.; (2) Sumber daya. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya. Penggunaan istilah "sumber daya" di sini menunjukkan segala sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumber daya di sini mencakup sumber daya manusia; sumber daya alam (tanah, air, hasil tambang, dan sebagainya); sumber daya modal dan keuangan. Perencanaan mencakup pro-ses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya yang tersedia itu digunakan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas sumber daya tersebut sangat berpengaruh dalam proses memilih di antara berbagai pilihan tin-dakan yang ada; (3) tujuan. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan dengan sifat dan proses penetapan tujuan. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah bahwa tujuan-tujuan mereka kurang dapat dirumuskan secara tepat. Sering kali tujuan-tujuan tersebut didefinisikan secara kurang tegas, karena kadang kala tujuan-tujuan tersebut ditetapkan oleh pihak lain.; dan (4) waktu. Perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam perencanaan adalah unsur waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk dicapai pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perencanaan berkaitan dengan masa depan.
Salah satu aspek yang juga penting dalam perencanaan adalah pembuatan keputusan (making decision), proses pengembangan dan penyeleksian sekumpulan kegiatan untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
Dalam masalah perencanaan pendidikan, setidaknya berisi dua komponen utama, yaitu: (1) proses perencanaan (the planning process), dan (2) isi perencanaan (the planning content)
Ada tiga tugas pokok dalam perencanaan yang dapat digunakan, yaitu: Pertama, tugas persiapan/eksplanatif. Kegiatan ini mengidentifikasikan dengan menghimpun data dan informasi dimaksud adalah tugas eksplanasif sebgai kegiatan awal perencanaan. Tugas ini disebut juga kegiatan evaluasi diri yang dilakukan untuk mengenali bidang atau masalah yagn akan dijelajahi oleh perencanaan yang akan dirumuskan. Orientasi atau evaluasi diri dilakukan antara lain terhadap ruang lingkup, kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang yang dapat dimanfaatkan, hambatan yang dihadapi, sumber daya yang dimiliki. Tugas implementatif ini jika diimplementasikan dalam perencanaan pendidikan sangat khusus sifatnya Karena telah memiliki beberapa model analsisis yang siap digunakan. Kedua, tugas prediktif. Prediksi pada dasarnya merupakan kegiatan memilih alternatif mengenai kondisi organisasi yang ideal di masa mendatang. Harus bersifat realistis berupa kondisi masa depan yang diperkirakan dapat diwujudkan. Stategi atau cara dan program untuk mncapai kondisi yang diprediksi di masa depan itu, harus dirumuskan ke dalam perencanaan pendidikan. Tugas prediksi harus dilakukan secara cermat dan relaistik, agar benar-benar dapat dilaksanakan dan tujuannya dpat dicapai secara efektif dan efisien. Ketiga, tugas kontrol. Perencanaan sebagai kegiatan kontrol sangat penting bagi setiap dan semua organisasi pendidikan karena berpengaruh langsug bagi setiap usaha dan mengembangkan ekesestensinya. Kemampuan tersebut harus diwujudkan dalam penyususnan perencanaan pendidikan yang berisi program dan kegiatan yang lebih baik.
Dalam bidang pendidikan, konsep perencanaan biasanya mengacu dan diarahkan kepada beberapa aspek, yaitu: Pertama, perencanaan pendidikan adalah proses mengambil keputusan, yang diartikan sebgai rangkaian kegiatan memilih alternatif untuk dilakanakan dalam rangka mencapai satu atau beberapa tujuan pendidikan. Kedua, keputusan yang ditetapkan dalam perencanaan pendidikan harus dimulai dari kegiatan memperjelas kondisi pendidikan pada masa sekarang, dilanjutkan dengan meprediksi problem dan tantangan pendidikan di masa yang akan datang.
Dalam memanfaatkan data sebagai sumber perencanaan, perencanaan pendidikan dapat dibagi menjadi tiga tingkat dalam menggunakan data sebagai spektrum dalam pembuatan keputusan, yaitu: Pertama, keakuratan tinggi (certainity). Dipergunakan data kuantitatif yang lengkap dengan analisis stasistik yang relevan. Namun spektrum ini terbatas pada prediksi untuk membuat perencaan pendidikan secara kuantitatif bukan untuk kualitatif. Keputusan ini memiliki tingkat keakuratan tinggi karena sudah diketahui konsekuensinya. Pengujian dilakukan dengan menetapkan tingkat signifikansi yang umumnya 95%. Kedua, keputusan beresiko (risk). Keputusan ini merupakan hasil analisis data kuantitatif yang tidak lengkap, kemudian dilengkapi dengan informasi yang kualitatif, sehingga penggunaan statistik menjadi terbatas. Analisis data/informasi kualitatif sebagai penunjang cenderung menghasilkan beberapa alternatif keputusan. Setiap alternatif telah diketahui dampak dan konsekuensinya, jika dipilih untuk direncanakan. Pemilihan salah satu alternatif selain ditetapkan menjadi keputusan sangat tergantung pada kemampuan menetapkan yang terbanyak positifnya atau paling sedikit negatifnya. Pilihan tergolong buruk jika alternatif yang dipilih berimbang antara kemungkinan keberhasilan dan kegagalannya, dan merupakan pilihan yang sangat buruk jika yang dipilih justru alternatif yang lebih besar kemunginkan kegagalannya. Analisis yang sering digunakan dalam pengambilan keputusan berisiko ini adalah analisis SWOT (Strength-kekuatan, Weakness-kelemahan, Opportunities-peluang, Threath-hambatan), dengan kata lain sebuah alternatif yang akan dipilih harus diketahui kekuatan, kelamaha, peluang dan hambatannya.
Ketiga, seringkali bersifat tidak akurat (uncertainty). Dilakukan dengan cara menggunakan informasi kualiatif karena tidak tersedia data kuantitatif yang akurat. Analisa kualitatif yang dilakukan menghasilkan beberapa alternatif untuk dipilih supaya salah satu di antaranya dapat ditetapkan sebgai keputusan. Setiap alternatif tidak diketahui kelebihan dan kelemahannya atau kebaikan dan keburukannya.
C. Strategi Perencanaan Pendidikan Islam
Strategi pengembangan perencanaan pendidikan Islam di Indonesia, pertama-tama mengasumsikan bahwa penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia perlu dilakukan reposisi, sehingga pendidikan Islam dapat benar-benar mencapai tujuannya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan reposisi perencanaan Pendidikan Islam di Indonesia meliputi: Pertama, mengembangkan kesadaran tentang pentingnya Perencanaan Pendidikan Islam. Kedua, mengembangkan sikap menghargai profesi perencana di bidang pendidikan. Ketiga, mengembangkan sistem Perencanaan Pendidikan Islam yang handal dan sistematis. Keempat, memperbaiki kualitas dan akurasi data kependidikan Islam. Kelima, menetapkan model dan metode Perencanaan Pendidikan Islam yang paling sesuai dengan karakteristik dan tujuan Pendidikan Islam. Keenam, mengembangkan manajemen sistem informasi Pendidikan Islam. Ketujuh, mengembangkan sistem perencanaan berbasis penelitian (research base planning).
1. Mengembangkan Kesadaran Pentingnya Perencanaan Pendidikan Islam
Mengembangkan kesadaran tentang pentingnya Perencanaan Pendidikan (Educational Planning) di kalangan para pengambil kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia amatlah penting. Pengembangan kesadaran itu sangat perlu dan mendesak, mengingat selama ini, para pengambil kebijakan di bidang Pendidikan Islam kurang memperhatikan arti penting bidang perencanaan Pendidikan Islam. Sehingga, kalau pun secara formal perencanaan dilakukan, tetapi rumusan strategi, substansi, dan program-programnya hanya dibuat seadanya dan sekenanya. Akibatnya, arah dan tujuan Pendidikan Islam menjadi tidak jelas dan kabur.
2. Mengembangkan Sikap Menghargai Profesi Perencana di Bidang Pendidikan
Selama ini, profesi perencana di lingkungan Pendidikan Islam, mulai dari tingkat pusat hingga institusi mikro pendidikan (Madrasah, PTAI, dll), dipandang sebagai profesi yang tidak strategis dan tidak penting. Padahal, kebijakan pendidikan, termasuk kebijakan Pendidikan Islam, tanpa didukung oleh perencana-perencana yang mumpuni, pasti tidak akan berjalan secara optimal. Tanpa penghargaan yang proporsional terhadap profesi perencana, maka setiap orang akan berpandangan bahwa jabatan di institusi perencanaan akan dipandang sebagai jabatan "buangan".
Bila profesi perencana di bidang Pendidikan Islam dihargai secara proporsional, maka akan berdampak pada peningkatan mutu dan profesionalisme para perencana di bidang Pendidikan Islam, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu dan kehandalan Perencanaan Pendidikan Islam.
3. Mengembangkan Sistem Perencanaan Pendidikan Islam yang Handal dan Sistemtis
Sistem Perencanaan Pendidikan Islam yang handal dan sistematis adalah prasyarat mutlak untuk mengembangkan masa depan Pendidikan Islam. Strategi untuk mengembangkan sistem perencanaan yang handal dan sistematis dimulai dengan melakukan analisis SWOT untuk kepentingan pengenalan diri. Analisis SWOT mengharuskan adanya kejujuran dan kevalidan survei internal tentang strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan), serta kejelian survei eksternal atas opportunities (peluang/kesempatan) dan threats (ancaman). Pengenalan potensi diri dan posisi diri baik eksternal dan internal yang jujur dan valid adalah suatu prasyarat sebelum Perencanaan Pendidikan Islam dilakukan.[7]
Setelah analisis SWOT dilakukan Perencanaan Pendidikan Islam dilanjutkan dengan mengembangkan beberapa kriteria Perencanaan Pendidikan Islam agar dokumen perencanaannya betul-betul dapat menjadi panduan dan pedoman pengembangan Pendidikan Islam di masa kini dan masa mendatang. Beberapa kriteria Perencanaan Pendidikan Islam yang handal dan sistematis adalah:
1) Jelas tujuannya. Tujuan Pendidikan Islam yang jelas adalah tujuan yang dapat memandu arah Pendidikan Islam, dan pencapaian tujuan dapat menjadi tolok ukur untuk menilai kinerja institusi pendidikan Islam. Kriteria perumusan tujuan yang baik sekaligus mencerminkan hasil yang diinginkan oleh institusi dan memberikan kontribusi pada pencapaian misi yang diembannya.
2) Jelas sasarannya. Sasaran institusi Pendidikan Islam yang jelas adalah sasaran yang dapat diukur. Ukuran tersebut pada umumnya adalah kuantitatif. Bagi sasaran yang tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif, sasaran dinyatakan dengan merumuskan indikator-indikator, yang menggambarkan bagaimana sasaran tersebut tercapai. Kriteria perumusan sasaran yang baik adalah SMART: Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Time Bonding (khusus, dapat diukur, dapat diwujudkan, realistik, berjangka waktu tertentu).[8]
3) Jelas kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan agar tujuan dapat tercapai. Rumusan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan harus benar. Rumusan kegiatan ini seringkali dibatasi oleh kebijakan atau policy.
4) Jenis sumber daya, jumlah dan besarnya harus jelas.
5) Waktu mulai dan selesainya harus jelas.
6) Jelas kebijakan yang harus dilaksanakan.
Karena kebutuhan untuk menetapkan kriteria tersebut di atas tidak mudah, maka diperlukan perencana-perencana yang ahli, terampil, berwawasan luas yang memiliki:
1) Kemampuan prediktif. Kegiatan perencanaan selalu berkaitan dengan masa yang akan datang, oleh sebab itu kemampuan prediksi sangat penting. Berbagai teknik manajemen yang ada sekarang dapat digunakan untuk membantu kemampuan prediksi.
2) Kemampuan menghitung biaya. Perencanaan biasanya sampai dengan penyusunan anggaran, oleh sebab itu perencana yang profesional harus memiliki kemampuan di bidang penyusunan anggaran.
3) Kemampuan komunikasi. Perencanaan umumnya berkaitan dengan kegiatan untuk memadukan berbagai kepentingan yang berbeda-beda. Perencana harus mampu menjembatani perbedaan-perbedaan tersebut, sehingga dapat dihasilkan suatu perencanaan yang terpadu.
4) Penguasaan teknik-teknik manajemen. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (khususnya teknologi komputer, informasi, dan komunikasi), teknik-teknik manajemen juga berkembang pesat. Perencanaan pada umumnya berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya yang sebaik-baiknya, atau pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang sehemat-hematnya. Untuk itu penguasaan berbagai teknik manajemen yang berkaitan dengan optimasi sangat diperlukan.
5) Kemampuan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui hasil/pencapaian kinerja pada periode waktu yang tertentu. Evaluasi dari hasil pengukuran kinerja diperlukan oleh pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan lebih lanjut.
4. Memperbaiki Kualitas dan Akurasi Data Kependidikan Islam
Data yang akurat dan berkualitas menjadi salah satu prasyarat perencanaan pendidikan, termasuk Perencanaan Pendidikan Islam. Tanpa data yang akurat, maka kegiatan perencanaan hanya akan menghasilkan "dokumen sampah" yang tidak bermanfaat, sekaligus dapat membahayakan masa depan kebijakan Pendidikan Islam.
Selama ini harus diakui bahwa data-data yang mendukung kegiatan penyelenggaraan Pendidikan Islam di Indonesia simpang siur dan akurasinya amat diragukan. Sayangnya, berbekal data-data yang tidak akurat itulah, kegiatan Pendidikan Islam direncanakan, dan berbagai kebijakan Pendidikan Islam ditetapkan berdasarkan "data sampah". Akibatnya, dokumen perencanaan di lingkungan Pendidikan Islam seringkali tidak digunakan sebagai panduan dan pedoman, baik dalam menyusun kebijakan maupun dalam kegiatan operasionalnya.
5. Menetapkan Model dan Metode Perencanaan Pendidikan Islam
Model dan Metode yang dapat digunakan dalam sistem Perencanaan Pendidikan memang banyak, tetapi para perencana di bidang Pendidikan Islam perlu memilih suatu model dan metode yang dipandang paling baik dan sesuai dengan lingkungan pendidikan Islam.
Sebagaimana diketahui, selama ini dikenal beberapa model perencanaan, di antaranya:
1) Model Perencanaan Komperehensif[9]. Model ini terutama digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu berfungsi sebagai suatu patokan dalam menjabarkan rencana-rencana yang lebih spesifik ke arah tujuan-tujuan yang lebih luas.
2) Model Target Setting. Model ini diperlukan dalam upaya melaksanakan proyeksi atau pun memperkirakan tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu. Dalam persiapannya dikenal: (1) model untuk menganalisis demografis dan proyeksi penduduk; (2) model untuk memproyeksikan pendaftar jumlah siswa terdaftar suatu lembaga pendidikan Islam; dan (3) model untuk memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja.
3) Model costing dan keefektifan biaya. Model ini sering digunakan untuk menganalisis proyek-proyek dalam kriteria efisien, efektifitas dan ekonomis. Dengan model ini dapat diketahui proyek yang paling fleksibel dan memberikan suatu perbandingan yang paling baik di antara proyek-proyek yang menjadi alternatif penanggulangan masalah yang dihadapi. Penggunaan model ini dalam pendidikan didasarkan pada pertimbangan bahwa pendidikan itu tidak terlepas dari masalah pembiayaan. Dan, dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan selama proses pendidikan, diharapkan dalam kurun waktu tertentu dapat memberikan benefit tertentu.
4) Model PPBS. Model PPBS (planning, programming, budgeting system) bermakna bahwa perencanaan, penyusunan program dan penganggaran dipandang sebagai suatu sistem yang tak terpisahkan satu sama lainnya. PPBS merupakan suatu proses yang komprehensif untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif. Dalam istilah lain, model PPBS merupakan suatu pendekatan yang sistematik yang berusaha untuk menetapkan tujuan, mengembangkan program-program, menentukan besarnya biaya, dan proses penganggaran yang merefleksikan kegiatan program jangka panjang. Untuk memahami PPBS secara lebih baik, maka perlu diperhatikan sifat-sifat esensial dari sistem ini, yakni: (1) memerinci secara cermat dan menganalisis secara sistematik terhadap tujuan yang hendak dicapai; (2) mencari alternatif-alternatif yang relevan, serta cara yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan; (3) menggambarkan biaya total dari setiap alternatif, baik langsung atau pun tidak langsung, biaya yang telah lewat atau pun biaya yang akan datang, baik biaya yang berupa uang maupun biaya yang tidak berupa uang; (4) memberikan gambaran tentang efektifitas setiap alternatif dan bagaimana alternatif itu mencapai tujuan; dan (5) membandingkan dan menganalisis alternatif tersebut, yaitu mencari kombinasi yang memberikan efektivitas yang paling besar dari sumber yang ada dalam pencapaian tujuan.
Selain menentukan model perencanaan yang paling sesuai dengan karakteristik Pendidikan Islam, para perencana Pendidikan Islam juga perlu menentukan metode perencanaan yang dipandang paling efektif untuk merencanakan Pendidikan Islam. Metode-metode yang dikenal dalam perencanaan pendidikan di antaranya:
1) Metode mean-ways and analysis (analisis mengenai alat-cara-tujuan). Metode ini digunakan untuk meneliti sumber-sumber dan alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Tiga hal yang perlu dianalasis dalam metode ini, yaitu: means yang berkaitan dengan sumber-sumber yang diperlukan; ways yang berhubungan dengan cara dan alternatif tindakan yang dirumuskan dan bakal dipilih; dan ends yang berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Ketiga aspek tersebut ditelaah dan dikaji secara timbal balik.
2) Metode input-output analysis. Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengkajian terhadap interelasi dan interdependensi berbagai komponen masukan dan keluaran dari suatu sistem. Metode ini dapat digunakan untuk menilai alternatif dalam proses transformasi.
3) Metode econometric analysis. Metode ini menggunakan data empirik, teori ekonomi dan statistika dalam mengukur perubahan dalam kaitan dengan ekonomi. Metode ekonometrik mengembangkan persamaan-persamaan yang menggambarkan hubungan ketergantungan di antara variabel-variabel yang ada dalam suatu sistem.
4) Metode cause-effect. Metode ini digunakan dalam perencanaan dengan menggunakan sekuen hipotetik untuk memperoleh gambaran tentang masa depan. Metode ini sangat cocok untuk perencanaan yang bersifat stratejik.
5) Metode Delphi. Metode ini bertujuan untuk menentukan sejumlah alternatif program. Mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi judgments tertentu dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu konsensus. Biasanya metode ini dimulai dengan melontarkan suatu masalah yang bersifat umum untuk diidentifikasi menjadi masalah yang lebih spesifik. Partisipan dalam metode ini biasanya orang yang dianggap ahli dalam disiplin ilmu tertentu.
6) Metode heuristic. Metode ini dirancang untuk mengeksplorasi isu-isu dan untuk mengakomodasi pandangan-pandangan yang bertentangan atau karena adanya ketidakpastian. Metode ini didasarkan atas seperangkat prinsip, prosedur, dan langkah-langkah dalam usaha pemecahan masalah secara sistematis.
7) Metode life-cycle analysis. Metode ini digunakan terutama untuk mengalokasikan sumber-sumber dengan memperhatikan aspek-aspek produksi, proyek, program atau aktivitas. Dalam kaitan ini seringkali digunakan bahan-bahan komparatif dengan menganalogkan data. Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ini adalah: (1) Fase Konseptualisasi; (2) Fase Spesifikasi; (3) Fase Pengembangan Prototype; (4) Fase Pengujian dan Evaluasi; (5) Fase Operasi; dan (6) Fase Produksi. Metode ini bisa dipergunakan dalam bidang Pendidikan Islam terutama dalam mengalokasikan sumber-sumber pendidikan dengan melihat kecende-rungan-kecenderungan dari berbagai aspek yang dapat dipertimbangkan dalam merumuskan rencana dan program.
8) Metode value added analysis. Metode ini digunakan untuk mengukur keberhasilan peningkatan produksi atau pelayanan. Dengan demikian, kita dapat mendapatkan gambaran singkat tentang konstribusi dari aspek tertentu terhadap aspek lainnya.
6. Mengembangkan Manajemen Sistem Informasi Pendidikan Islam
Dalam konteks perencanaan Pendidikan Islam, kedudukan manajemen sistem informasi pendidikan amatlah penting. Manajemen Sistem Informasi Pendidikan ini setidaknya harus mencakup pengelolaan informasi tentang siswa, karyawan, bangunan, program, dan finansial[10].
1) Manajamen sistem informasi pendidikan yang berkenaan dengan siswa pada lingkungan lembaga Pendidikan Islam meliputi:
a) Menyediakan informasi tentang tingkat, jumlah, skor, tes kesehatan, kehadiran, dan faktor-faktor kesiswaan lainnya.
b) Menyediakan informasi tentang pengalaman siswa di luar lembaga pendidikan yang mempunyai pengaruh signifikan dalam proses pembelajaran.
c) Memberikan informasi perbandingan prestasi siswa dengan siswa lain di komunitasnya serta dalam lingkungan wilayah lembaga pendidikan.
d) Memberikan informasi kurikuler, ekstrakurikuler, dan program-program pengayaan yang didukung oleh masyarakat.
e) Memberikan informasi tentang sejumlah identifikasi yang memungkinkan siswa dapat mengikuti jenjang karir jika ia pindah dari lembaga pendidikan ke suatu lembaga pendidikan yang lain.
2) Manajamen sistem informasi pendidikan yang berkenaan dengan karyawan meliputi:
a) menyediakan informasi tentang kemampuan dan preferensi guru, serta dalam mempersipkan proses pembelajaran.
b) Menyediakan informasi tentang tugas dan alokasi jadwal guru.
c) Menyediakan informasi tentang fungsi-fungsi yang sesungguhnya yang berkenaan dengan performansi guru.
d) Menyediakan informasi tentang efektivitas pembelajaran yang dapat dilakukan oleh para guru.
e) Memberikan informasi tentang prakiraan kebutuhan untuk menunjang keterampilan mengajar.
3) Manajamen sistem informasi pendidikan yang berkenaan dengan bangunan meliputi:
a) Menyediakan informasi tentang lokasi, jenis, ukuran, kapasitas, sistem struktur, biaya pemeliharaan dan lain sebagainya.
b) Menyediakan informasi tentang perlengkapan lembaga pendidikan, lokasi, usia, biaya, dan pemanfaatannya.
c) Menyediakan informasi tentang kualitas lingkungan lembaga pendidikan, dukungan komunitas dan lain sebagainya.
4) Manajamen sistem informasi pendidikan yang berkenaan dengan program meliputi:
a) Memberikan informasi tentang apa yang dikerjakan oleh peserta didik, bagaimana mengerjakannya, oleh sispa, berapa banyak biaya yang diperlukan dan lain-lain.
b) Menyediakan informasi tentang kurikulum yang ada, proses pembelajaran dan prosedur evaluasi.
c) Memberikan informasi tentang hasil dari pencapaian kurikulum yang diajarkan.
d) Memberikan informasi tentang perbandingan dan efektifitas berbagai proyek yang dilaksanakan.
e) Semua sistem informasi pendidikan tersebut direncanakan dalam suatu perencanaan pendidikan. Bahan-bahan yang disajikan dalam manajemen sistem informasi pendidikan itu diperoleh dari suatu hasil penelitian yang akurat yang didukung oleh data-data kuantitatif maupun kualitatif.
7. Mengembangkan Sistem Perencanaan Berbasis Penelitian (Research Base Planning)
Untuk mengembangkan sistem perencanaan Pendidikan Islam yang efektif, maka sistem Perencanaan Pendidikan Islam mesti didasarkan pada hasil penelitian (Research Base Planning). Dengan perencanaan berbasis penelitian, maka Perencanaan Pendidikan Islam akan memiliki landasan data yang memiliki validitas dan reliabilitas yang baik, sehingga proses Perencanaan Pendidikan Islam tidak hanya didasarkan pada asumsi-asumsi dan perkiraan-perkiraan tanpa data yang akurat.
Pentingnya penelitian sebagai basis Perencanaan Pendidikan Islam, adalah karena dengan penelitian, maka akan dihasilkan data-data empirik yang valid, akurat, dan tidak didasarkan pada dugaan-dugaan. Selama ini, kegiatan Perencanaan Pendidikan Islam pada umumnya tidak didasarkan pada penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Akibatnya, manfaat dari Perencanaan Pendidikan Islam kurang dirasakan.
Oleh itu perlu ada political will dari para pengambil kebijakan bidang pendidikan Islam, sehingga perencanaan dapat diaplikasikan sesuai dengan teori-teori perencanaan pendidikan yang diakui secara luas di dunia pendidikan. Dalam hal ini upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengembangkan sistem perencanaan Pendidikan Islam dalam arti yang sesungguhnya. Perencanaan Pendidikan Islam dalam arti yang sesungguhnya berarti memandang perencanaan sebagai proses pemilihan dan penetapan tujuan, stategi, metode, anggaran, dan standar (tolak ukur) keberhasilan sesuatu kegiatan”[11]. Hal itu berarti bahwa prencanaan merupakan proses atau rangkaian beberapa kegiatan yang saling berhubungan dalam memilih salah satu di antara beberapa alternatif tentang tujuan yang ingin dicpai oleh suatu organisasi. Kemusian memilih strategi dan metode untuk mencapai tujuan tersebut.
Perencanaan Pendidikan dalam arti yang sesungguhnya juga bermakna pemilihan dan penetapan kegiatan, selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa[12], atau suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut telah ditetapkan; rencana haruslah diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan perbaikan agar tetap berguna. "Perencanaan kembali" kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin. Dengan kata lain, perencanaan yang sesungguhnya dan bukan asal-asalan adalah “perencanaan” sebagai ”suatu proses yang berkesinambungan”, yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.[13]
Dengan demikian, maka Perencanaan Pendidikan Islam diarahkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan serta dalam mencapai sasaran keluaran pendidikan seperti yang diharapkan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
D. Penutup
Dari pemaparan yang talah dilakukan, maka strategi dan mekanisme Perencanaan Pendidikan Islam yang dapat dilakukan dengan menggabungkan pendekatan perencanaan dari bawah ke atas (bottom-up planning) dan dari atas ke bawah (top-down planning). Mekanisme perencanaan dari bawah ke atas biasanya dilakukan karena ingin memenuhi kebutuhan nyata masyarakat terhadap pendidikan. Perencanaan dari bawah ke atas ini dimulai prosesnya dengan mengenali kebutuhan di tingkat masyarakat yang secara langsung yang terkait dengan pelaksanaan dan mendapat dampak dari kegiatan pendidikan yang direncanakan.
Sementara itu, perencanaan dari atas ke bawah (top-down planning) adalah pendekatan perencanaan yang menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam rencana rinci. Rencana rinci yang berada di "bawah" adalah penjabaran rencana induk yang berada di "atas". Pendekatan perencanaan sektoral acapkali ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan dari atas ke bawah, karena target yang ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam rencana kegiatan di berbagai daerah di seluruh Indonesia yang mengacu kepada pencapaian target nasional tersebut. Pendekatan perencanaan top-down planning ini lebih dominan pada masa awal-awal pembangunan, terutama karena masih serba terbatasnya sumber daya pembangunan yang tersedia. Namun, mekanisme perencanaan dari atas ke bawah tersebut tidak lagi sepenuhnya dijalankan karena proses perencanaan yang rinci menuntut peran serta masyarakat.
Oleh karena itu, mekanisme yang dipandang paling sesuai dengan Perencanaan Pendidikan Islam adalah dengan memadukan pendekatan perencanaan dari atas ke bawah dengan perencanaan dari bawah ke atas. Secara operasional pendekatan perencanaan gabungan antara bottom-up planning dengan top-down planning ditempuh melalui mekanisme yang memanfaatkan:
1. Forum Komite Madrasah atau Asosiasi Guru di tingkat institusi pendidikan;
2. Forum Komite Madrasah atau Asosiasi Guru pada tingkat Kecamatan;
3. Forum Dewan Pendidikan atau Forum Guru (PGRI/PGII) pada tingkat Kabupaten/Kota;
4. Forum-forum Kepala Madrasah pada berbagai tingkatan;
5. Rapat-rapat Koordinasi Pendidikan Islam pada berbagai tingkatan; dan
6. Kebijakan pada tingkat Nasional.
Pada setiap tingkat diupayakan untuk mengadakan koordinasi perencanaan institusional, regional, dan akhirnya nasional. Usulan atau masalah yang lintas wilayah atau lintas sektoral yang tidak dapat diselesaikan di suatu tingkat dibawa ke tingkat di atasnya. Proses berjenjang ini diharapkan dapat mempertajam analisis di berbagai tingkat forum konsultasi Perencanaan Pendidikan Nasional. Dengan demikian, perencanaan dari "atas ke bawah" yang memberikan gambaran tentang perkiraan-perkiraan dan kemungkinan-kemungkinan yang ada, diinformasikan secara berjenjang, sehingga proses perencanaan dari "bawah ke atas" (bottom-up planning) diharapkan sejalan dengan yang ditunjukkan dari "atas ke bawah" (top-down planning).
DAFTAR PUSTAKA
Conyers & Hills (1994). Creative Human Resource Planning and Applications : A Strategic Approach. New York Prectice Hall, Inc..
Dalimunthe, Ritha F. (2003) Keterkaitan antara Penelitian Manajemen dengan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Manajemen. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Gibson, Ivansevic & Donelly (2001). Organizations: Behavior, Structure, Proceses. USA: Mc Graw Hill.
John N. Gardner & Jewler A. Jerome (Ed.). (1998). College is Only the Beginning: A Student Guide to Higher Education. New York: Wardsworth Publishing Company.
John R. Kelly (1993). Leisure. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc,
Johnson, Allan G. (1985). Human Arangements: An Introduction to Sociology. Orlando-Florida: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Kathy Daly, Sweet Success. (2007) Herff Jones Company of Indiana, Inc., 1999-2007; http://www.yearbooks.biz/nav1024.cfm?cat=5&subcat= 26&subsub=3&method=display&id=481 diakses tanggal 7 Januari 2007
Marks & Spencer Pulbication (2007), SWOT Analysis, Strategies and Implementation. http://www.universitip.com/term-papers/SWOT-Analysis-Strategies-and-Implementation-of-Marks-Spencer-898598870.html, diakses tanggal 7 Januari 2007.
Nawawi, H. Hadari (2001) Perencanaan SDM untuk Organiasi Profit. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Sa'ud, Udin Syaefudin dan Abin Syamsuddin Makmun (2005) Perencanaan Pendidikan: Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung: Remaja Rosdakarya.Wahyudi (2002). Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi-Organisasi Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
[1] John R. Kelly, Leisure, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, NJ, 1993, hal. 12.
[2] Allan G. Johnson, Human Arangements: An Introduction to Sociology, Harcourt Brace Jovanovich, Inc, Orlando-Florida,1985, h. 500.
[3] John N. Gardner & Jewler A. Jerome (Ed.), College is Only the Beginning: A Student Guide to Higher Education. New York: Wardsworth Publishing Company, 1998, hal. 123.
[4] H. Hadari Nawawi, Perencanaan SDM untuk Organiasi Profit, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 2001, hal. 35.
[5] Ritha F. Dalimunthe, Keterkaitan antara Penelitian Manajemen dengan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Manajemen, Universitas Sumatra Utara, Medan, 2003, hal. 1
[6] Conyers & Hills Creative Human Resource Planning and Applications : A Strategic Approach. Prectice Hall, Inc., New York, 1994, hal. 36
[7] Marks&Spencer Pulbication, SWOT Analysis, Strategies and Implementation. http://www.universitip.com/term-papers/SWOT-Analysis-Strategies-and-Implementation-of-Marks-Spencer-898598870.html, diakses tanggal 7 Januari 2007.
[8] Kathy Daly, Sweet Success, Herff Jones Company of Indiana, Inc., 1999-2007; http://www.yearbooks.biz/nav1024.cfm?cat=5&subcat=26&subsub=3&method=display&id=481 diakses tanggal 7 Januari 2007
[9] Udin Syaefudin Sa'ud, dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan: Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
[10] Wahyudi, Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi-Organisasi Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 2002, hal. 281.
[11] Nawawi, H. Hadari, Perencanaan SDM untuk Organiasi Profit. Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2001, hal. 35.
[12] Ritha F. Dalimunthe, Keterkaitan antara Penelitian Manajemen dengan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Manajemen. Medan: Universitas Sumatra Utara, 2003, hal.1.
[13] Conyers & Hills, Creative Human Resource Planning and Applications : A Strategic Approach. Prectice Hall, Inc, New York , 1994, hal. 36.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Lucky 777 Casino and Hotel - MapyRO
Find 세종특별자치 출장샵 all information and best deals of 서울특별 출장샵 Lucky 777 남원 출장샵 Casino and 용인 출장샵 Hotel in Muhle, North Carolina. 777 경상남도 출장마사지 Casino Hotel, Muhle, North Carolina.
Post a Comment